Jumat, 15 Mei 2009



CINTA PLATONIC

Siapa yang tak kenal dengan Kahlil Gibran? “Sang Nabi” dari Libanon ini terkenal dengan romantisme yang tertuang dalam cerita dan sajak-sajaknya. Namanya telah melegenda sebagai seorang penulis yang mampu mengeksplorasi perasaan menjdi untaian kata-kata yang mendayu indah. Ia mampu membangkitkan sudut terindah hati pembacanya melalui metafora-metafora yang –bisa dikatakan- terilhami oleh keindahan alam. Tak hanya tentang kebahagiaan, ia juga mampu menghidupkan rasa duka mendalam, hingga tak jarang mengundang air mata. Pertanyaan sederhana barangkali muncul; dari manakah ia memperoleh inspirasi

Tak dapat dipastikan dari mana Gibran memperoleh ide untuk kata-katanya yang lihai itu. Barangkali sudah merupakan bakat alami. Namun mengenai kata-kata romantis dan atau sajak-sajak yang indah, ada suatu pendapat yang menyatakan bahwa seseorang yang sedang jatuh cinta atau sedang melakoni percintaan cenderung mempunyai kemampuan untuk merangkai kata-kata yang aduhai. Dan mengenai Gibran sendiri, tak banyak cerita yang terungkap tentang perjalanan cintanya. Kalaupun ada, para penikmat karyanya hanya bisa menebak melalui tulisannya.

Suatu riwayat menyatakan bahwa “Sang Nabi” ini pernah menjalin cinta dengan seorang wanita yang bernama May Ziadah, atau yang sering dipanggil Mary. Masa itu, Mary adalah seorang yang kritikus sastra. Ia sering mengkritik karya-karya yang baru diterbitkan, terutama karya Gibran. Dari kesukaannya itu, ia kemudian mengirmkan surat kepada Gibran yang berisi tentang kritik terhadap tulisan-tulisan Gibran.

Gibran tentunya senang karena memperoleh kawan yang bisa diajak berbagi. Dari itulah kisah Gibran dan Mary berawal. Anehnya, disebutkan bahwa antara Gibran dan Mary tidak pernah bertatap muka. Mereka hanya saling bertukar kabar melalui surat. Hal ini dapat dilihat dalam kumpulan surat cinta Kahlil Gibran. Disana dicantumkan sejumlah surat dari Gibran kepada Mary yang berisi tentang kata-kata yang –tetap- berbunga-bunga. Disebutkan juga bahwa suatu ketika Gibran melarang Mary untuk mengirimkan fotonya. Benar-benar aneh.

Barangkali seperti itulah Gibran. Memilih untuk melakoni cinta platonik. Cinta tanpa tatap muka. Cinta tiada bersua. Cinta yang hanya terukir melalui kata-kata dalam selembar surat.

Gibran ternyata bukan satu-satunya manusia yang melakoni cinta platonik tersebut. Di zaman modern saat ini, ternyata ada banyak orang, terutama remaja, yang terjebak untuk menjalani cinta seperti itu. Hal ini didukung oleh perkembangan teknologi. Benar, sudah menjadi rahasia umum kalau pada masa ini banyak remaja yang menjalin hubungan melalui sekerat pesan di ponsel alias HP.

Kemajuan teknologi saat ini memang telah memberikan dampak yang luas, baik positif maupun negatif. Mudahnya mengoperasikan alat komunikasi menyebabkan seringnya terjadi kesalahan. Dan kesalahan itu sering menjadi awal yang menyenangkan. Sebuah kesalahn yang indah.

Dengan alasan salah pencet nomor, seorang pemakai HP, terutama remaja, bisa berkenalan dengan pemakai HP lainnya. Mujurnya, jika orang yang menerima pesan tersebut merupakan lawan jenis, maka pucuk dicinta ulam pun tiba. Apalagi jika kato bajawek, gayuang basambuik. Biasanya, dari situlah semuanya berawal. Melalui kata-kata, tanpa bertatap muka, jadilah dua insan saling percaya.

Jika di-analogi-kan dengan kisah Gibran, tentunya cerita seperti diatas tidak jauh berbeda. Hanya bedanya, semasa Gibran media yang dijadikan untuk bertukar kabar adalah surat, sementara di-era modern ini media yang digunakan adalah HP.

Remaja yang terlibat cinta platonik cenderung rela menghabiskan phone-creditnya hanya untuk membalas kabar dari sang pujaan yang ngakunya juga mempunyai perasaan yang sama. Tak jarang mereka saling telpon-telponan. Setelah itu, keduanya akan saling tersenyum mulailah membayangkan si dia meski hanya sebatas khayalan.

Hubungan seperti ini bisa saja dianggap menguntungkan karena mereka yang menjalaninya tidak terlibat kontak langsung. Sehingga semua konotasi negatif yang berhubungan dengan pacaran bisa dihindarkan. Namun disisi lain, menjalin hubungan ala cinta platonik bisa jadi akan menimbulkan masalah bagi pelakonnya, karena bukti nyata tentang kebersamaan mereka tidak pernah ada. Siapa yang dapat menjamin kalau semua cerita dan informasi yang “si dia” berikan benar adanya. Siapa juga yang bisa menjamin kalau perasaan “si dia” persis sama. Jangankan belum pernah bertemu, mereka yang sering bertatap muka pun tak bisa dipastikan perasaannya, karena jika berbicara tentang perasaan itu artinya berbicara tentang hati. Dan yang bisa mengetahui isi hati seseorang hanya si pemilik hati itu sendiri dan Yang Diatas.

Dilain pihak, hubungan seperti diatas bisa saja bermuara pada kekecewaan karena gambaran yang diperoleh melalui pesan di HP bisa saja berbeda dengan kenyataan. Interpretasi yang muncul dari uraian kata-kata bisa salah. Lebih jauh, harapan untuk kecewa akan lebih besar jika mereka yang melakoni cinta platonik berorientasi kepada fisik. Maksudnya, siapa yang dapat menjamin kalau “si dia” diseberang sana mempunyai fisik seperti yang diharapkan.

Memang, selalu ada hitam-putih dalam hidup, bahkan untuk menjalani cinta platonik saja ada baik-buruknya. Sebagai makhluk yang dilengkapi dengan akal dan pikiran serta perasaan, sudah sepantasnya jika semua itu dipertimbangkan. Ketika perasaan menyatakan bahwa “si dia” adalah orang yang tepat, orang yang selama ini dicari, maka akalpun harusnya bisa diajak bekerjasama. Pikirkan lagi, apakah semua yang tertera dalam pesan tersebut benar adanya.

Untuk kasus ini, baiknya remaja bercermin pada kisah Gibran. Sekalipun Gibran tak pernah bertemu dengan si Mary, hal itu tidak memberatkannya. Bahkan dengan hubungan seperti itu, Gibran bisa me-menej perasaannya. Sebagian karya Gibran bisa jadi merupakan cerminan kisahnya sendiri. Ia mampu menghidupkan imajinasi dari penggalan cerita cintanya. Sehingga kemudian menghasilkan karya-karya yang mendunia dengan ciri khas romantisnya.

Hal ini tentu saja tak hanya bisa dilakukan Gibran. Mereka yang terlibat cinta platonik bisa saja melakukan hal yang sama dengan “Sang Nabi” tersebut. Mereka dapat mengolah perasaan menjadi sajak-sajak yang menyentuh atau alur cerita yang mendalam daripada bermenung ria membayangkan “si dia” disana, yang belum tentu memikirkan “si aku” disini.

Dengan berimajinasi bebas para pelakon cinta platonik harusnya mampu merangkai harapan-harapannya. Mampu membangun dunia yang tak hanya disimpan sendiri tapi juga bisa dinikmati orang lain. Imajinasi bebas juga tidak menutup kemungkinan bagi para pelakunya untuk membayangkan akhir kisah tersebut. Tidak hanya akhir yang bahagia, tapi juga ending yang bisa saja duka. Dengan demikian, ada kesiapan mental saat menerima “kenyataan tak selamanya seperti yang dibayangkan”. Bagaimanapun, pelaku cinta platonik, khususnya remaja, masih memiliki jalan yang panjang. Tak hanya sekedar memikirkan hubungan yang belum tampak ujungnya.

Dan, diriwayatkan pula, Kahlil Gibran dan May Ziadah tak pernah bersatu.



Rabu, 13 Mei 2009


KOMPAS.com — Rani Juliani mengidolakan kupu-kupu. Di pinggang seksinya, sebuah tato bergambar kupu-kupu terkadang menyembul dari balik kaus pendek yang dipakai Rani. Halaman depan blog milik Rani juga dipasang logo kupu-kupu besar warna biru.
Kupu-kupu ini identik dengan logo kelompok Slank yang getol mendukung KPK dalam memberantas korupsi. Bahkan, dua kali Slank tampil di KPK untuk memberi suport bagi Ketua KPK Antasari Azhar dkk dalam melawan koruptor.

Dikenal sebagai seorang caddy primadona di Padang Golf Modernland, Rani sadar dirinya memiliki postur tubuh ideal. Selain parasnya yang cantik, perempuan yang diduga terlibat cinta segitiga dengan Ketua KPK nonaktif Antasari Azhar dan Direktur PT Putra Rajawali Banjaran Nasrudin Zulkarnaen itu, juga dikenal paling jago mendekati player atau pemain golf.

Sejak menikah siri dengan Nasrudin pun, Rani terlihat makin aduhai. Dia kerap mengenakan pakaian-pakaian seksi yang mempertontonkan keindahan tubuhnya. "Setelah menikah dia sering pake baju-baju seksi. Yang you can see lah atau celana pendek yang segini (sembari menunjuk paha)," ungkap seorang tetangga Rani, yang ditemui Persda Network di depan rumah Rani di Jalan Kampung Kosong, Panunggangan, Tangerang, Banten.

Penampilan seksi bukan satu-satunya hal yang menjadi perhatian warga di sekitar tempat tinggal Rani. Ada sebuah tato di bagian pinggang belakang Rani yang juga menjadi sorotan. Tato bergambar kupu-kupu terlihat saat warga melihat Rani mengenakan pakaian yang sedikit minim.

"Pokoknya setelah menikah, penampilannya berubah. Tambah bahenol. Soal tato juga itu bener ada di bagian (pinggang) belakangnya," kata perempuan yang enggan menyebutkan namanya itu.

Informasi yang beredar, tato kupu-kupu milik Rani merupakan suatu ekspresi kekagumannya terhadap Ketua KPK nonaktif Antasari Azhar. Mengapa kupu-kupu? Binatang itu identik dengan grup musik Slank yang menjadi ikon KPK. Dan pada saat itu KPK dipimpin Antasari, Slank sudah dua kali manggung di Gedung KPK.

Gambar kupu-kupu juga menjadi gambar yang paling menonjol di blog pribadi Rani. Membuka blog yang terdaftar di blogspot.com tersebut maka akan terlihat sebuah kupu-kupu di bagian atasnya. Gambar kupu-kupu itu cukup besar sehingga menarik perhatian. Apalagi dengan warna biru yang terpadu begitu indah.

Kakak tertua Rani, Erwin Budi Riansyah, mengatakan, kalau Rani terlebih dahulu mengenal Antasari sebelum akhirnya menikah siri dengan Nasrudin. Rani kenal Nasrudin di lapangan golf di Padang Golf Modernland Tangerang. Sayangnya, Erwin masih enggan memberikan keterangan lebih jauh tentang adiknya. Kepada wartawan, Erwin menjanjikan konferensi pers pada Minggu (10/5) di kediaman orangtuanya di Jalan Kampung Kosong, Panunggangan, Tangerang.

 
klik di sini dunk